Perjuangan Kemerdekaan Umat Islam di Indonesia
Perjuangan umat Islam di Indonesia dalam rangka memperebutkan kemerdekaan tidak bisa dilepaskan dari sejarah kemerdekaan Republik Indonesia sendiri. Telah tercatat dalam sejarah RI bahwa umat Islam sejak dahulu telah berjuang keras menentang segala penjajahan.
Selain Syarikat Islam, Muhammadiyah, dan NU, berikut organisas-organisasi Islam yang memiliki peran dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia:
1. Persatuan Islam (Persis)
Persis didirikan di Bandung oleh A. Hasan. Ajarannya tidak jauh berbeda dengan Muhammadiyah. Disamping mendirikan pesantren-pesantren dan sekolah-sekolah yang tersebar di Jawa Barat, Persis juga giat berdakwah agar kembali kepada ajaran Al Quran dan Al Hadits, memberantas Bid'ah, Khurafat, Takhayul dan Musyrik, baik dengan lisan maupun dengan tulisan.
Diantara tokoh dan pimpinan Persis adalah: Moh Natsir, seorang ulama intelek yang kelak menjadi pemimpin Masyumi.
2. Mat'laul Anwar
Mat'laul Anwar didirikan oleh KH. Moh Yasin di Manes, Jawa Barat. Bergerak yang dipusatkan dalam bidang pendidikan. Sedangkan dalam bidang perjuangan menentang Belanda disalurkan lewat Syarikat Islam.
3. Perti (Perguruan Tarbiyah Islam)
Perti didirkan oleh Seikh Sulaiman Arrusli pada tahun 1928 di Minangkabau yang giat mempertahankan Madzhab syafii. Dalam lapangan pendidikan pengaruhnya meluas sampai ke Kalimantan dan Sulawesi. Selain Perti, ada lagi di Sumatra Barat Perkumpulan Thawalib yang bergerak di bidang pendidikan.
Begitu pula banyak organisasi-organisasi Islam seperti Jamiatul Wasliyah (1930), Jamiatul Khair (1905), Persatuan Muslimin Indonesia (22 Mei 1930), Majlisul Islam Alaa Indonesia (1937), Yong Islamieten Bond (1 Januari 1925), Perikatan Ummat Islam (1917), dan sebagainya.
Itulah organisasi-organisasi Islam yang bergerak dalam bidang sosial dan perjuangan kemerdekaan dalam menentang penjajah, yang merupakan lanjutan perjuangan para ulama dan para sultan semacam sultan Khairun dan sultan Baabullah di Maluku dalam menentang penjajah Portugis, Sultan ageng Tirtayasa di Banten, Pangeran Antasari di Kalimantan, Pangeran Diponegoro di Jawa, Tuanku Imam Bonjol di Minangkabau, Teuku Umar dan Teungku Cik Di Tiro di Aceh dalam menentang penjajahan Belanda
Pada masa penjajahan Jepang (10 Maret 1942 - 17 Agustus 1945) bangsa Indonesia pada umumnya dan umat Islam khususnya telah menderita lahir dan batin yang sangat menyedihkan.
Pada masa itu timbul pergerakan-pergerakan nasional dan pergerakan-pergerakan Islam untuk menentang penjajahan Jepang dan menyongsong kemerdekaan. Gerakan 3A ternyata hanya tipuan belaka, merupakan taktik Jepang dalam menuju bangsa Indonesia untuk turut berjuang melawan Sekutu.
Adapun pergerakan dan perjuangan umat Islam di Indoensia dalam menentang penjajahan Jepang tersebut antara lain sebagai berikut:
1. Masyumi (Majlis Syura Muslimin Indonesia) sebagai pengganti MIAI (Majshul Islam Ala Indonesia). Tokoh-tokohnya antara lain: KH. Hasyim Asy'ari, KH. Wahid Hasyim, Ki Bagus Hadikusuma, KH. A. Halin, Moh. Natsir dan lain-lain. Masyumi berusaha dalam rangka mencapai kemerdekaan Indonesia.
Masyumi dengan tokoh-tokoh nasional menyusun Tentara PETA (Pembela Tanah Air) pada tanggal 2 Oktober 1943. Banyak santri yang menjadi anggota PETA, al. Sudirman, Yunus Anis, Aruji Kartawinata, dan lain-lain. Kemudian Masyumi membentuk barisan Hisbullah dibawah pimpinan Zainal Arifin.
2. Perlawanan Abdul Jalil di Aceh (November 1942)
Ia seorang guru baca Al Quran di Cot Pling (Aceh), tidak tahan melihat penderitaan rakyat karena penindasan Jepang. Dalam perlawanan tersebut ia gugur sebagai syuhada.
3. K.H. Zainal Musthafa (Jawa Barat)
Beliau seorang ulama pemimpin pesantren Sukamanah, Tasikmalaya, Jawa Barat. Karena beliau melihat kesengsaraan rakyat dan menganggap peraturan melakukan Saikeivei sebagai perbuatan musyrik, maka beliau bangkit menentang Jepang.
Utusan Jepang yang mengajak berunding dengan KH Zainal Musthafa dapat dikeroyok rakyat. Akhirnya Jepang menyerang pesantren dan menangkap beliau untuk kemudian dihukum mati di Jakarta.
4. Perlawanan Tentara PETA di Blitar, Jawa Timur dipimpin oleh Supriadi. Supriadi melihat kesengsaraan rakyat akibat Romusha. Dalam perlawanan ini Supriadi dan anak buahnya hampir satu peleton dapat ditangkap.
Baca juga artikel perjuangan umat Islam lainnya:
Demikian sekelumit peranan ulama dan Lembaga Keagamaan dalam perjuangan Kemerdekaan Indonesia.